DALAM hidup, dan dalam hubungan dengan sesama manusia, sering kali lebih baik menyesal karena diam, daripada menyesal karena terlanjur mengeluarkan ucapan. Ucapan yang melukai akan sulit diobati, dan tidak cukup hanya dengan menyesali.
Berpikir lebih
dulu sebelum bicara adalah pilihan cerdas. Dan sebaliknya, banyak bicara tanpa
berpikir adalah cermin kebodohan.
Agar lebih
jelas, saya tuliskan lewat cerita aja ya….
Begini, ada dua
perempuan dan satu lelaki. Agar lebih mudah, perempuan pertama bernama Hesti,
perempuan kedua bernama Dianita, dan yang lelaki bernama Zahir. Tentu ketiga
nama tersebut bukanlah nama sebenarnya.
Dianita adalah teman
Zahir sejak SMP. Mereka berdua sama-sama belajar di sekolah yang sama. Dan
selama hari-hari saat itu, mereka habiskan dengan tekun belajar. Maka tidak
heran mereka berdua menjadi siswa teladan, dan banyak prestasi yang ditorehkan.
Walaupun mereka saling
kenal, karena satu sekolah. Tapi, mereka tidak pernah memendam perasaan apapun,
selain hanya sebagai teman, sebatas teman, cukup sebagai teman. Setelah
lulus sekolah, mereka berdua berpisah, untuk melanjutkan ke sekolah pilihan
masing-masing.
-------
-------
Zahir adalah
tipe lelaki Sagitarius, semangat belajarnya tinggi untuk meraih cita-citanya.
Pribadinya cerdas dan berwawasan luas. Namun dia juga dikenal sebagai pribadi
yang menyimpan banyak misteri. Sulit terbuka dan cenderung penuh rahasia. Di
atas fakta-fakta itu, sikapnya ceria dan positif dalam menilai apapun.
Sedangkan
Dianita adalah tipe perempuan Virgo. Perempuan cerdas, kuat, percaya diri, dan
selalu mampu menyelesaikan pekerjaan yang sulit. Perhatiannya terhadap
kesehatan badan sangat besar. Dan itu membuat dirinya sangat hati-hati dalam
memilih makanan dan minuman. Pada sifatnya yang periang, Dianita merupakan
perempuan yang tertutup dan agak sensitif.
Mereka berdua
menjadi siswa yang populer di sekolahnya masing-masing. Dan berhasil lulus
dengan prestasi yang membanggakan. Karena semangat mereka adalah belajar,
belajar, dan terus tekun belajar.
Setelah lulus
SMA, Zahir dan Dianita makin jauh berpisah. Keduanya sudah tidak lagi bertemu
karena terpisah jarak ribuan kilometer. Dianita melanjutkan kuliah di Malang,
Jawa Timur, sedangkan Zahir kuliah di Bogor, Jawa Barat.
-------
-------
Beberapa tahun
kemudian. Mereka bertemu di tempat yang tak terduga, dan di waktu yang tak
disangka. Setelah saling menyapa, kemudian keduanya saling menatap. Ada rasa
yang aneh, detak jantung keduanya berdebar. Tak satu pun kata terucap, mereka
saling tersenyum dalam hati.
Lalu terjadilah sesuatu yang memang harus terjadi,
Tiba-tiba,
Zahir mengeluarkan kartu undangan pernikahan, menyerahkannya kepada Dianita, dan
berkata pelan …
“Nit, nanti kamu
wajib datang ya, pokoknya nggak ada alasan apapun…” ucap Zahir sambil menyerahkan
kartu undangan.
Dengan berupaya
bersikap biasa dan tenang, dengan sambil menarik napas dalam, Dianita
berkata …
“Wow, keren
banget desain kartu undangannya, pasti yang akan menjadi pendampingmu adalah
sosok perempuan idaman…”
“Oke, aku
usahakan datang ya…” lanjut Dianita
Rupanya Zahir telah lebih dulu menemukan pasangan hidup yang cocok buat dirinya. Calon istrinya bernama Hesti. Perkenalannya dengan Hesti dimulai dari saling sapa di medsos, lalu membangun hubungan yang lebih dekat, dan kemudian…., mereka nyebar undangan!
Begitulah jodoh.
Jodoh memang aneh,
Saya sendiri pernah
mengalaminya,
Saya pernah
kenal seseorang. Kemudian kami saling cinta, saling sayang, dan berkomitmen duduk
berdampingan di pelaminan.
Baik saya maupun
dia sama-sama yakin kalau kami berjodoh. Tapi, kemudian hubungan kami bubar di
tengah jalan, kami sibuk dengan tugas masing-masing. Saya sibuk belajar, dan dia
sibuk syuting. Dan sekarang dia jadian sama Stefan William…! Iya artis cowok
yang main sinetron anak jalanan itu, nyebelin banget kannnnnn… sakiiiiiit!
(hahahaha, ngaco
dah. Tolong kalian nggak usah sewot begitu)
-------
-------
Jadi, Zahir
resmi menikah dengan Hesti. Dan kehidupan rumah tangga mereka terlihat mesra
dan syahdu. Namanya juga pengantin baru,,, eaaaaa
Lalu bagaimana
dengan Dianita?
Tolong
temen-temen jangan pindah channel ya! saya bikin kopi dulu sebentar, hehehe
Satu tahun
setelah Zahir menikah, Dianita aktif di beberapa organisasi sosial
kemasyarakatan. Dan dia sering bertugas ke beberapa daerah yang terkena musibah
bencana alam, dia hadir disana untuk memberikan dukungan moral kepada
masyarakat yang terkena musibah, dan memberikan terapi trauma healing terutama bagi anak-anak korban bencana.
Aktivitas mulia
yang dilakukannya menjadikan dirinya lebih memahami dan peka terhadap fungsi
kemanusiaan. Sehingga membuat banyak orang merindukan kehadirannya, anak-anak
korban bencana makin mencintainya. Dan, Dianita pun sangat nyaman dengan apa
yang dilakukannya.
Suatu sore, saat
Dianita asyik membersamai anak-anak, tiba-tiba ada suara telepon masuk ke nomor
ponselnya. Ternyata panggilan telepon itu adalah dari salah satu teman alumni
SMP-nya dulu. Temannya itu mengabarkan akan mengadakan acara reuni sekolah, dan
mengundang Dianita, untuk hadir. Dan juga meminta Dianita berkenan berbagi cerita tentang pengalamannya sebagai tenaga LSM. Dan, Dianita pun bersedia.
Sruput kopi
dulu….
Singkat cerita,
di acara reuni sekolah itu, Dianita bertemu Zahir lagi, sahabat lamanya. Saat
itu Zahir datang bersama istri dan anaknya.
Oleh pembawa
acara, Dianita dan Zahir diminta panitia reuni naik ke atas panggung, untuk
berbagi cerita tentang pengalaman hidup mereka, pada bidang masing-masing.
Dianita
bercerita tentang kisah kehidupan anak-anak korban bencana. Sedangkan Zahir
bercerita tentang hiruk pikuk dunia bisnis. Semua mata tertegun, terharu, dan
terkesan dengan isi kisah yang dibawakan oleh Dianita dan Zahir. Mereka pun
memberikan tepuk tangan meriah yang begitu panjang, sampai keduanya duduk
kembali.
Namun, sejak
acara reuni itu, Hesti, istri Zahir, terbakar api cemburu. Ternyata, saat
melihat keakraban suaminya dengan Dianita di acara reuni itu, hatinya perih,
otaknya mendidih. Dan, akhirnya Hesti sering melampiaskan amarah kepada
suaminya tanpa ada sebab yang jelas.
Kemudian tanpa
diketahui Zahir, Hesti mencari nomor ponsel Dianita. Lalu, ia menulis dan mengirimkan
kata-kata kasar, tuduhan, dan celaan kepada Dianita lewat chat WhatsApp.
Agar lebih
objektif, berikut beberapa kalimat yang ditulis Hesti….
“Dadi wong iku
ora usah munafik. Ora ono rondo, yo bojone wong diembat wae. Dadi cewe, ojo adigang
adigung lan adiguno. Uripmu koyo wit gedhang. Due jantung tapi ra due ati.
Enek, nyesek aku liat kowe, sing modus karo bojoku. Wajah kowe sing sawangane
alim, tapi kok yo malah nyuluhi bojone orang, kue iku, blas asu tenan”
(hahahaha, yang
nggak ngerti artinya, kursus deh,,,)
Dianita tidak
terima dituduh tanpa bukti. Sebagai perempuan dia sangat paham apa yang
dirasakan istri sahabatnya. Dan dia ingin meluruskan persoalan. Tapi, chat itu
terus dikirim ke ponselnya, berulang dan berulang. Bahkan kalimat-kalimat
selanjutnya lebih kasar dan menyakitkan.
Dianita sudah
menyampaikan hal ini kepada Zahir. Dan meminta, agar Zahir menasehati istrinya.
Serta menjelaskan persoalan agar istrinya tidak gagal paham. Tapi rupanya Hesti
sudah sulit dinasehati. Api cemburu sudah semakin besar, dan sulit padam.
Nasehat suaminya malah membuat dirinya berasumsi, bahwa Zahir lebih membela
sahabatnya daripada istrinya sendiri.
Karena merasa
tidak nyaman dengan tuduhan menyakitkan dari Hesti, dan sepertinya nasehat sudah
tidak didengar lagi. Akhirnya, Dianita melaporkan hal ini kepada pihak kepolisian.
Lalu, bersama
polisi dan penasehat hukumnya, Dianita datang ke rumah Zahir untuk meminta
pertanggungjawaban Hesti.
Di hadapan
polisi, Hesti baru sadar dan menyesali perbuatannya, lalu meminta maaf kepada
Dianita. Dan memohon agar kasus ini tidak dibawa ke ranah hukum. Melihat
kesungguhan permohonan maaf Hesti, hati Dianita luluh, akhirnya kasus itu selesai secara kekeluargaan.
Namun, setelah
kejadian itu, ternyata, sikap hesti semakin gak beres. Hesti malah menuduh
zahir berselingkuh dengan wanita lain lagi. Zahir pun merasa sangat tidak
nyaman atas sikap istrinya yang tidak bisa berpikir jernih lagi. Padahal dirinya
juga sudah berusaha meredam konflik ini agar tidak melebar.
Pihak keluarga
Hesti pun juga ikut memanas-manasi keadaan. Mereka menganggap bahwa Zahirlah
yang patut disalahkan. Dan mereka meminta Zahir, untuk segera mengurus proses
perceraiannya dengan Hesti, secepatnya. Menurut keluarga, lebih baik berpisah
daripada bersama tapi saling menyakiti. Biarlah masing-masing menempuh jalan
terjal penuh duri, agar tidak lagi ada yang tersakiti.
Kenyataan ini,
bagi keduanya memang pahit, dan penuh lara. Zahir sudah berusaha mempertahankan
keutuhan rumah tangganya. Namun, keadaan semakin memburuk. Kenyamanan dan
kedamaian telah hilang. Komunikasi menjadi dingin. Cinta dan kasih sayang telah pudar.
Akhirrnya kisah cinta
Zahir dan Hesti pun, selesai. Bubar, lewat pengadilan, tok, tok, tok… !
Cinta pada
sejatinya adalah saling membahagiakan. Membuat tentram dan damai. Agar selamat
menyebrangi bahtera samudera yang penuh ombak bahkan badai.
Maka hal
terpenting adalah saling menahan ucapan kasar. Kata-kata buruk yang sudah
terucap, satu atau dua hari kemudian, mungkin mudah dilupakan. Tapi satu
tahun bahkan berpuluh tahun yang akan datang, orang yang kita caci maki itu
belum tentu bisa melupakan.
Tutup mulut kita
rapat-rapat, hindari dari berkata kasar, menuduh, dan menyakiti orang. Tahan
jarimu untuk tidak menulis kalimat berisi tuduhan dan permusuhan. Kaca mudah
retak karena pukulan, hati mudah hancur karena ucapan, dan nilai tinggi
rendahnya manusia adalah dari ucapannya.
-------
-------
Beberapa tahun
setelah bercerai, suatu malam, saat Zahir mampir ke toko mainan. Dan hendak
membeli kado untuk hadiah ulang tahun anaknya. Saat asik melihat, dan memilih
mainan yang cocok, tiba-tiba, dia seperti melihat sosok perempuan, sosok itu
seperti yang dia kenal, dan perempuan itu tampak akan keluar toko.
Memori Zahir
berpacu dengan cepat, dan seketika dia mengenali perempuan itu. “Ya Tuhan…,”
pikirnya dengan jantung hampir copot. “Itu Dianita…!”.
“Dianita masih
seperti dulu, anggun, lembut, dan menawan, juga tampak makin dewasa.” Kesannya
dalam hati
Seketika Zahir segera
berlari keluar toko mainan. Mengejar perempuan itu. Matanya terus mencari, dan
mencari, dari sudut ke sudut. Hatinya penuh tanya, “kemana Dianita, kok cepat
sekali pergi?”…
Tapi di luar toko
tampak sepi….
Angin berhembus
meliputi malam…
Tidak ada perempuan
yang dia cari….
Sosok itu telah
pergi, bayangannya pun tak berbekas, dan mungkin tak akan kembali, untuk hari
ini dan nanti….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar