Senin, 21 Agustus 2023

Minum Teh Pakai Gelas Gede di Masjid Nurul Iman


Hari Sabtu yang cerah, tiba-tiba terdengar suara ponselku berdering. Saat kutatap layar, ternyata panggilan dari Pak Kyai Abdurrahman. Tak sabar kutapaki tombol hijau untuk menjawabnya.

"Pak Kyai, ada yang bisa saya bantu?" sapaku dengan sopan.

"Ust Yusuf, insya Allah saya butuhkan tolongmu. Saya punya agenda mendadak di luar kota, jadi saya butuhmu menggantikanku mengisi taklim di Masjid Nurul Iman. Malam Ahad setelah maghrib ya," jelas Pak Kyai.

Dalam hati, aku agak gugup. Tapi kupastikan diriku untuk menjawab, "Tentu, Pak Kyai. Saya akan berusaha hadir dan memberikan yang terbaik."

"Baiklah, jazakallahu khairan. Semoga lancar semuanya," ucap Pak Kyai sebelum mengakhiri panggilan.

Saat Sabtu menjelang senja, aku sudah siap menghadapi taklim di Masjid Nurul Iman. Baju koko putih yang sudah disiapkan istri kukenakan, dan kurasakan diriku seperti 'ustadz' sungguhan. Pukul 17:45, aku meluncur menuju masjid yang terletak di Jalan Gunung Tj. Barat, Jakarta Selatan.

Ketika aku sampai di masjid, ternyata shalat maghrib sudah dimulai. Tanpa pikir panjang, aku segera parkir motor dan masuk ke barisan shalat. Setelah shalat selesai, taklim dimulai. Aku memberikan materi tafsir Al-Quran dari surat Al-Mukminun ayat 15-16.

"Ya jamaah yang budiman, mari kita bersiap-siap menghadapi dua hal yang pasti akan kita alami: kematian dan hari kiamat. Sebagai bekal, mari kita belajar dari ayat-ayat ini," kataku sambil menjelaskan dengan semangat di depan whiteboard.

Alhamdulillah, jamaah merespons positif. Ada kaum bapak, kaum ibu, bahkan anak-anak remaja yang hadir. Sesuai kesepakatan, setelah kajian selesai, kami melaksanakan shalat isya berjamaah.

Shalat isya dipimpin oleh Ustaz Marhasan. Usai shalat, tak disangka, kami disajikan dengan makanan kue-kue lezat dan teh manis hangat. Aku kaget ketika melihat ukuran gelas teh yang besar sekali, hampir seperti ember kecil!

Suasana begitu akrab. Kami semua duduk bersama menikmati hidangan itu. Rasanya seperti keluarga besar yang berkumpul.

Pukul 20:30, aku merasa sudah waktunya untuk pulang. Aku berpamitan pada Pak Ustaz Marhasan dan juga jamaah masjid.

"Terima kasih, Pak Ustaz, atas kesempatan ini. Dan terima kasih juga kepada jamaah Masjid Nurul Iman. Semoga kita bisa bertemu lagi di lain waktu," ucapku sambil memberikan salam.

Dalam perjalanan pulang, aku tak bisa menahan senyum. Siapa sangka, di balik agenda taklim tadi, aku mendapatkan pelajaran berharga tentang bekal menuju hari kiamat, dan juga tentang seberapa besar ukuran gelas teh manis bisa menjadi penyatuan dalam kebersamaan.

Rabu, 16 Agustus 2023

Hibban Jatuh


HARI Minggu yang cerah itu, sinar matahari menerangi taman dengan indahnya. Anak kami yang ceria, Hibban, berusia 10 tahun dan duduk di kelas 3 SD, sedang bermain sepeda dengan gembira. Setelah satu minggu penuh belajar di sekolah, akhirnya tiba saatnya untuk bersenang-senang.

Takdir berkata lain pada hari itu, 13 Agustus 2023. Saat Hibban sedang menikmati sensasi angin yang menyapu wajahnya, sesuatu yang tak terduga terjadi. Dia sedang turun dari jalan tajam yang curam, stang sepedanya tiba-tiba goyah, membuat keseimbangan sepedanya terganggu. Dalam sekejap, Hibban jatuh dan tubuhnya bersentuhan dengan tanah.

Rasa sakit langsung menusuk. Kakinya tergores dan tangannya terluka. Raut wajahnya mencerminkan rasa takut dan kejutan. Mamah yang melihat kejadian itu dengan cepat berlari mendekati Hibban. Dengan penuh kekhawatiran, mamah merawat luka-lukanya. Hibban mencoba menahan tangis, tapi rasa sakit yang tak tertahankan membuat air matanya tak terbendung.

Beberapa hari berlalu, Hibban harus istirahat dari sekolah. Kecelakaan itu meninggalkan bekas luka pada janggutnya dan luka-luka di tangan serta kakinya. Kini, sepedanya tergeletak sendiri di sudut garasi. Hibban merasa sedih, karena sepeda adalah teman setianya dalam menjelajahi dunia.

Namun, dalam keadaan sulit seperti ini, Hibban menunjukkan ketangguhannya. Ia tidak membiarkan luka-lukanya menghalangi semangatnya. Ia membaca buku, menonton film, dan melukis di waktu luangnya. Mamah dan abi selalu ada di sisinya, memberikan dukungan dan kasih sayang.

Hari-hari berlalu, luka-luka Hibban semakin membaik. Dia belajar dari kesalahannya dan berjanji untuk lebih berhati-hati saat naik sepeda di masa depan. Ketika tiba waktunya kembali ke sekolah, Hibban merasa sedikit gugup. Namun, teman-temannya menyambutnya dengan senyuman hangat dan cerita-cerita seru selama dia absen.

Kejadian itu mengajarkan kepada Hibban tentang arti keteguhan dan semangat mengatasi tantangan. Meskipun jatuh dalam perjalanannya, ia mampu bangkit kembali dengan lebih kuat. Dan sepedanya yang sempat terlupakan di sudut garasi, kini kembali menjadi sahabat setianya.

Dalam perjalanan hidupnya, Hibban menyadari bahwa kejadian buruk bisa berubah menjadi pelajaran berharga. Ia menuliskan dalam buku harian kecilnya, "Ketika jatuh, aku belajar bagaimana caranya bangkit lagi, seperti sepedaku yang selalu berdiri meski pernah terjatuh."

Semoga luka-luka Hibban semakin cepat sembuh dan dia dapat kembali mengejar petualangan dengan sepedanya yang tak pernah lelah menemani langkahnya. Amin.

Kisah Khutbah dan Buah Favorit

Depok, Jumat, 11:11 WIB Langit Depok memancarkan sinar mentari pagi yang hangat, menyapa hari Jumat penuh berkah. Saya, dengan semangat khus...