Waktu
terus berputar dan kehidupan terus berjalan. Suatu saat kita akan sampai
tujuan. Dari mana dan hendak kemana kita adalah pertanyaan dasar yang harus
kita jawab dengan tindakan nyata. Tujuan hidup adalah mencari mati yang baik,
maka hendaknya hiduplah yang baik. Kematian yang baik adalah cermin bagaimana
kita menjalani kehidupan dengan baik pula.
Kata
kuncinya adalah belajar. Belajar bagaimana agar diri ini terus makin meningkat
skala kebaikannya. Belajar tentang bagaimana orang-orang baik mengisi
kehidupannya. Mereka telah mewariskan kebaikan yang banyak bagi manusia
sesudahnya. Nama mereka tetap hidup dan harum, meski jasad merreka telah lama
terkubur. Karya meraka tetap abadi walaupun mereka telah lama mati. Mereka menyiapkan
bekal terbaik untuk menghadapi kematian.
Kematian
adalah pintu yang terbuka – keluarnya ruh dari jasad – dan menyebabkan nafas
berhenti berhembus. Maka saat itulah jasad atau fisik kita telah ditinggalkan
oleh jiwa. Hakikat kemanusiaan kita sudah tidak lagi memiliki nilai. Karena
tanpa jiwa, manusia hanyalah sekerat daging yang dapat berubah menjadi bangkai.
Kematian
itu bisa menyenangkan dan bisa juga mengerikan. Kematian adalah cermin
kehidupan. Artinya, jika setiap kita bisa menjalani hidup dengan baik maka
kematian pun akan ikut terasa baik dan mendamaikan, dan begitu pula sebaliknya.
Kunci
sukses kematian adalah kehidupan. Jikalau dalam kehidupan, kita lebih fokus dan
terarah untuk sesuatu yang besar, banyak memberi manfaat pada sesama, dan kita
melakukannya dengan cara terbaik, maka kematian tidak lagi menjadi hal yang
mengerikan. Indahnya hidup bukan karena banyak orang yang mengenal kita, namun
berapa banyak orang yang bahagia karena kita.
Jalan
sukses kematian sudah dirintis oleh mereka yang sudah lebih dulu meninggalkan
kita. Kematian mereka menjadi pelajaran berharga bagi manusia sesudahnya.
Prinsip hidup yang mereka jalani, bisa menjadi pijakan kaki agar hidup kita di
bumi lebih memberi arti. Hidup bukanlah suatu tujuan, melainkan sebuah
perjalanan.
Belajar
hidup untuk kebahagiaan hidup setelah kematian adalah sebuah keniscayaan.
Karena dengan itu, kita berharap dan berusaha agar bisa hidup lebih bermakna.
Ada karya terbaik yang kita tinggalkan setelah kematian dan ada banyak manfaat
yang kita wariskan bagi kehidupan. Lalu pada akhirnya, kematian tidak lagi
menjadi hal yang mengerikan, namun ia menjadi hal yang mendamaikan.
Mengapa kita takut mati?
Sebagai
manusia, kita semua sama di hadapan kematian. Setakut apa pun seseorang
terhadap kematian, lalu ia bersembunyi darinya. Toh, pada kenyataannya, dia
tetap bertemu dengan kematian. Sekali pun seseorang mampu membangun benteng
yang tinggi lagi kokoh, percayalah, dia tetap tidak bisa selamat dari kematian.
Maka, tidak ada alasan mengapa kita takut akan kematian.
Namun,
yang harus menjadi perhatian dan pertanyaan besar setiap kita adalah, apa yang
harus dipersiapkan agar saat kematian datang, diri kita sudah benar-benar siap
untuk pulang. Sehingga tindakan nyata kita adalah segala bentuk kebaikan yang
banyak, untuk bekal kehidupan setelah kematian.
Persepsi
yang benar terhadap kematian, akan menjadikan kita pandai dalam mengisi
kehidupan. Setiap detik dari waktu yang ada, bisa termanfaatkan dengan
prestasi-prestasi kebaikan. Kita tidak asal hidup. Kita terus berubah dan
berbenah ke arah yang lebih baik. Taat mengabdi dan terus mengasah hati.
Semangat menebarkan cinta dengan akhlak mulia.
Kita
tidak tahu – dan tak pernah tahu kapan, di mana, dan dalam kondisi apa saat
kematian nanti menjemput kita. Nah, atas ketidaktahuan itulah, perasaan yang
muncul bukan takut mati atau berani mati. Namun, bagaimana kita menyiapkan diri
sebaik dan sedini mungkin agar tidak rugi, resah, dan gelisah saat pulang. Apa
yang kita tabur hari ini itulah kelak yang akan kita tuai nanti.
Hakikat kematian
Yang
terbayang saat kita mendengar kematian, adalah ketakutan dan kegelapan. Hidup
sendiri, tanpa keluarga, teman, atau sahabat dalam sebuah lubang gelap dan
sempit dengan ukuran tidak lebih dari satu meter, dan memiliki kedalaman
sekitar dua meter dari permukaan tanah. Siapa pun tidak lagi dapat dimintai
tolong. Saat diri harus bertanggung jawab atas perbutatan selama hidup di
dunia.
Ke
mana pun kita pergi, menjejakkan kaki ke tempat yang paling jauh dan
tersembunyi, selalu tiba masanya untuk pulang. Semakin jauh kaki melangkah,
berjalan, atau berlari. Pada akhirnya, kita akan berhenti. Jalan panjang luas
terbentang yang sudah kita lalui, pada waktunya akan menjadi saksi bahwa kita
pernah hidup, lalu mati dan tak pernah kembali.
Kematian
menjadi tempat yang asing, karena bagi yang masih hidup memang belum pernah
mengalami, dan bagi yang sudah mati memang belum pernah ada yang hidup lagi. Namun,
kematian tetap menjadi suatu yang pasti bagi setiap diri. Ia sungguh datang
pada siapa pun, pada yang sakit, juga pada yang sehat. Pada yang tua, juga pada
yang muda. Pada si rakyat, juga pada si pejabat. Bahkan vonis kematian sudah
berlaku sebelum kelahiran kita. Setiap diri sudah tertulis jadwal kematiannya,
tidak ada yang bisa lari atau sembunyi. Kita pasti mati.
Bekal kematian
Banyak
sedikitnya bekal menentukan kenyamanan dalam perjalanan hingga tempat tujuan. Logika
sederhana itu berlaku saat kita melakukan kunjungan ke luar kota baik dekat
atau pun jauh. Makin jauh perjalanan yang akan kita tempuh, maka makin banyak
pula bekal yang akan kita siapkan. Makin sulit medan yang akan kita tempuh,
maka makin berhati-hati pula kita dalam mempersiapkan segala sesuatunya, dengan
harapan perjalanan kita aman dan selamat sampai tujuan.
Kehidupan
di dunia ini, ibarat kita menanam benih. Semakin banyak benih yang kita tanam,
semakin banyak yang tumbuh dan besar. Sebutir benih kebaikan yang kecil akan
tumbuh, dan mendatangkan balasan abadi tak berkesudahan, pun benih kejahatan.
Apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai. Apa yang kita kerjakan, itulah
yang akan kita dapat.
Satu
biji mangga yang kecil bisa tumbuh menjadi pohon mangga yang sangat besar.
Untuk setiap kebaikan atau pun kejahatan yang kita anggap kecil, akan mendapat
balasan dalam bentuk yang lebih besar. Jika kita menyadari kenyataan ini, maka
kita akan sibuk memikirkan dan memperbaiki diri sendiri. Tidak punya waktu
untuk mengurusi kekurangan orang lain. Karena setiap yang kita lakukan, akan
mendapat balasan setimpal.
Hari
ini, hidup kita belum berhenti. Nafas masih berhembus, jantung masih berdetak
dan urat nadi dalam tubuh masih berdenyut. Inilah saatnya kita berupaya untuk
terus melakukan perbaikan diri, mengisi hari-hari dengan peningkatan sikap dan
perilaku yang makin baik. Karena dengan itulah kita akan memperoleh bekal yang
cukup untuk kita bawa pulang.
Manusia,
sebagai makhluk yang diciptakan dan diberi kehidupan. Secara sadar, telah
diberi kemampuan untuk menentukan kehidupannya sendiri. Kita sendirilah yang merawat
diri dan menjalani hidup ini, apakah memilih jalan kebenaran ataukah jalan
kesesatan. Dan pada akhirnya kita sendiri yang akan memperoleh hukuman atas
kesalahan atau balasan atas kebaikan yang sepadan.
Kesenangan,
kebahagiaan, ketenangan, dan kedamaian, adalah balasan bagi mereka yang selama
hidup mampu mencintai dirinya sendiri, lalu berbuat banyak manfaat pada sesama.
Mereka banyak belajar dari pengalaman yang mereka alami, dan juga belajar dari
pengalaman orang lain. Mereka serius memahami setiap pelajaran yang mereka
terima, tidak bermalas-malasan dan santai dalam menjalani kehidupan.
Kesungguhan mereka mengisi hidup ini, diiringi dengan keyakinan sepenuh hati
bahwa kehidupan setelah kematian adalah kehidupan yang lebih baik, dan lebih
kekal, maka tidak ada pilihan lain kecuali mengumpulkan sebanyak-banyaknya
bekal.
Yang Bahagia dan Yang Sengsara
Mereka
yang tahu arti hidup, tentu tidak ingin tertipu oleh kebahagiaan semu. Harta
yang diyakini sebagian orang bisa membahagiakan, ternyata tidak. Ia adalah
materi yang paling mudah hilang. Orang yang hari ini kaya raya, tidak menutup
kemungkinan besok akan jatuh miskin. Uang atau tabungan yang saat ini ada,
tidak ada jaminan besok atau bulan depan tetap jadi milik kita. Karena semua
itu adalah materi yang bisa hilang sewaktu-waktu.
Mereka
yang paham tujuan hidup, tentu akan lebih sibuk dan fokus ke dalam dirinya sendiri
agar tetap benar dan lurus. Mereka menjadikan hidup ini lebih bermakna, dan
tidak ingin mengisinya dengan hal-hal yang sia-sia.
Hidup
ini bukan sekadar lahir, tumbuh besar, dewasa, menua, kemudian mati. Namun
kehidupan harus terus diisi oleh aktivitas yang lebih baik dan lebih berharga,
mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Itulah tanda bahwa kita telah
mensyukuri nikmat kehidupan.
Mereka
yang bahagia adalah mereka yang mampu bekerja lebih keras dan terus belajar. Mereka
mencintai hidup, bukan semata karena ingin membangun istana di dunia. Namun
lebih dari itu, yang mereka impikan adalah bisa hidup mulia di surga.
Yang
mengerikan, ketika kita belum sadar bahwa dunia yang kita tinggali ini adalah
hanya tempat persinggahan sementara. Lalu, diatas ketidaksadaran itu, kita lupa
untuk menyiapkan bekal untuk pulang. Pikiran-aktivitas-dan semua tindakan yang
kita lakukan hanya untuk mengejar kebahagiaan sesaat. Kekayaan, jabatan, dan
popularitas menjadi tujuan utama hari-hari kita, sehingga dari bangun tidur
sampai tidur kembali kita berpikir keras bagaimana agar bisa dapat uang banyak,
lalu naik jabatan, kemudian terkenal. Akhirnya kemewahan dunia telah mengubah
arah dan tujuan hidup kita. Proses itu berlangsung pelan, diam-diam, dan terus
menjerumuskan kita, tanpa kita sadari.
Dari
hari ke hari, dari waktu ke waktu, kita terus bekerja siang dan malam demi
mengejar status sosial dan tren kehidupan. Lalu membuat kita lupa untuk belajar
memahami bahwa semua yang kita kejar itu akan kita tinggalkan juga. Uang yang
disimpan, tabungan, atau kekayaan lainnya malah akan menjadi beban saat kita
tidak memanfaatkannya dalam kebaikan. Padahal semua yang kita banggakan hari
ini, hanya bersifat fisik, mudah hilang dan tidak abadi.
Semua
karunia yang kita dapatkan bukan jaminan bahwa hidup masih lama. Keberlimpahan
harta yang kita miliki tanpa kita sadari akan kita tinggal pergi. Saat ini kita
masih sehat - hidup mapan - dan masa depan berkecukupan - sehingga tidak pernah
terpikir besok akan mati. Padahal, tidak ada yang bisa menjamin bahwa besok
kita masih hidup. Karena kematian tidak pernah peduli apakah kita kaya atau
miskin, sehat atau sekarat. Ia datang tiba-tiba dan tidak ada yang dapat
memajukan, memundurkan, atau menghentikan.
Berapa
banyak orang yang masih sehat, populer, bahkan kaya raya dan berkuasa, namun
tak berdaya saat bertemu ajal. Ada yang saat malam hari masih tertawa, namun
paginya telah tiada. Tubuh mereka sudah terbujur kaku, karena maut telah datang
bertamu. Ada yang kemarin masih sehat bugar, namun hari ini dikabarkan telah
meninggal. Sadarkah kita, bahwa ajal telah sangat dekat? Mengertikah kita,
bahwa besok akan menjadi hari terakhir kita di dunia?
Prinsip Hidup Mereka Yang Bahagia
Orang-orang
besar sangat menyadari bahwa kehidupan ini serius. Hidup memiliki batas waktu.
Karenanya, mereka tidak terbiasa menunda-nunda segala sesuatu dalam hidupnya. Saat
yang tepat untuk berbuat adalah hari ini, tidak menunda sampai besok atau
nanti.
Jarum
jam terus berputar, dan hari terus berganti. Kemarin sudah kita lewati. Dan besok
adalah hari yang belum pasti. Maka hari ini; saat sekarang; adalah saat untuk
kita melakukan sesuatu yang benar dan berharga. Tidak menunggu besok, minggu
depan, atau suatu hari nanti yang masih belum jelas, dan tidak ada jaminan kita
masih bernapas.
Kadang,
bahkan bisa juga sering, jam-jam hidup kita terbuang tanpa terasa. Menit demi
menitnya hilang tanpa ada sesuatu yang produktif. Dan akhirnya kita terlambat
menyadari, bahwa waktu yang amat berharga ini terbuang tanpa banyak memanfaatkan
peluang.
Kesadaran
yang tinggi untuk selalu mensyukuri waktu, adalah dengan berupaya mengisinya
dengan kemuliaan tindakan. Semangat berbagi dan memberi inspirasi. Dengan
harapan agar masa depan penuh keindahan dan kenikmatan.
Mereka
yang selalu sadar dan terbangun kembali dari tidur, meyakini bahwa setiap hari
baru adalah anugerah yang baru. Lalu menjadikan setiap detiknya sebagai peluang
baru untuk melakukan sesuatu yang terbaik sehingga waktu yang ada tidak hilang
percuma.
Sesungguhnya,
setiap detik yang berjalan tak pernah mampu untuk kembali ke detik sebelumnya. Jadi,
tidak ada alasan untuk menunda-nunda kebaikan. Agar kelak kita tidak termasuk
orang-orang yang gagal dan menyesal.
Karya dan Nama Baik
Apa
cerita tentang dirimu yang akan dikisahkan oleh orang-orang sesudahmu? Tentu
saja tidak ada diantara kita yang ingin dikenang sebagai orang jahat. Lalu, apa
yang mesti kita lakukan agar kisah hidup kita selalu dikenang sebagai orang
baik?
Kita,
adalah satu-satunya jenis makhluk paling sempurna diantara makhluk lainnya.
Walaupun kia tidak memiliki sayap untuk terbang, namun kita bisa terbang lebih
tinggi daripada burung. Walaupun kita tidak memiliki insank untuk berenang,
namun kita bisa berenang lebih dalam daripada ikan. Karena kita diberikan akal,
yang lain tidak.
Masalahnya,
tidak setiap kita memiliki kesadaran dan pengendalian diri yang baik, hingga
kehilangan akal, lalu terjerumus dalam kehinaan. Kemudian sulit bangkit,
akhirnya terbiasa dalam keburukan dan mati binasa saat belum sempat bertaubat.
Segala
bentuk nasehat, sudah tidak lagi mendapat tempat. Tanpa terasa, diri kita
semakin jauh dan semakin sesat. Kemewahan, kemegahan, dan keindahan dunia telah
membuat kita lupa beramal untuk kebahagiaan akhirat. Karena bisa jadi kita
telah kehilangan akal sehat dan hati telah tertutup oleh maksiat.
Penyesalan
demi penyesalan akan kita alami, sesaat setelah napas kita berhenti berhembus.
Lalu muncul keinginan agar dihidupkan kembali untuk mengabdi. Padahal selama
hidup, sudah banyak kesempatan dan peringatan. Namun hanya dianggap sebagai
ocehan murahan tak berkesan.
Tidak
ada manusia yang lebih dicintai Ilahi, selain mereka yang benar-benar ingin
kembali saat napas masih menyatu dalam diri. Air mata yang jatuh adalah air
mata penyesalan, sungguh-sungguh menyesal karena telah lupa diri dan hilang
akal.
Setelah
itu, bangkit dan berdiri dengan semangat mengabdi dan memantaskan diri.
Memahami bahwa hidup harus meninggalkan nama baik dan karya nyata. Sebuah karya
yang sungguh-sungguh dihasilkan sebagai bentuk cinta bagi generasi penerus
cita-cita.
Kesadaran
akan hakikat hidup membuat diri kita lebih bermakna, lebih mulia, dan lebih
arif. Hidup mengajarkan kita untuk selalu rendah hati dan mawas diri. Agar saat
kita menutup hari di bumi, nama kita tetap hidup dan selalu dikenang dengan penuh
keindahan.
Belajar Dari Mereka Yang Sudah Mati
Belajar
dari kisah orang lain tentang bagaimana mereka mengisi kehidupan akan membuat
kita lebih bijak dan lebih siap menyambut kematian. Mereka telah lebih dulu
menjalani hari demi hari, waktu demi waktu, serta tindakan dan gerak hidup.
Diantara mereka ada yang mewariskan kebaikan ada pula yang mewariskan
keburukan.
Mereka
yang mewariskan kebaikan terus dikenang bersama kebaikannya. kebaikan telah
menjadi sifat dan karakter mereka selama hidup. Mereka menjalani kehidupan
dengan penuh kesadaran dan persiapan. Kemudian akhir kehidupan mereka adalah
kebahagiaan dan kemuliaan.
Sebaliknya,
mereka yang mewariskan keburukan juga terus dikenang bersama keburukannya.
Selama hidup, mereka berbuat sesuka hati tanpa batas. Kesombongan, keangkuhan,
dan kegilaan mencintai dunia telah menutup kesadaran mereka. Akhirnya berita
kematian mereka sangat tragis dan mengerikan. Hina di dunia dan sengsara di
akhirat.
Agenda Hidup
Mereka
yang kehabisan bekal dan keletihan karena tertipu dengan kehidupan dunia, lalu
putus asa dan tidak semangat menyambut akhirat, biasanya tidak memiliki agenda
hidup yang jelas. Waktu luang dan kesehatan fisiknya terkikis habis oleh
aktivitas-aktivitas yang tidak berdampak besar untuk kebaikan dan kebahagiaan
masa depannya.
Dirinya
terlihat sibuk, namun sibuk yang sia-sia. Jam demi jamnya dihabiskan hanya
untuk menikmati hiburan penuh maksiat. Kesehariannya dipenuhi angan-angan
kosong tanpa aksi nyata. Kesibukannya hanya untuk menumpuk kekayaan, berlomba-lomba
dan bersenang-senang dengan kesenangan dunia.
Agar
tidak terus tertipu dengan kemegahan dunia, maka sebaiknya kita memiliki agenda
hidup yang ketat. Sehingga tidak ada celah untuk berbuat maksiat. Agenda
kegiatan yang berorientasi pada keselamatan dan kebahagiaan akhirat. Dengan
menetapkan skala prioritas, lalu cermat memilih mana aktivitas-aktivitas yang
berdampak besar bagi kemuliaan agama serta manfaat yang tinggi bagi sesama.
Kiat Bahagia Untuk Hidup Dan Mati
Tidak
disiplin dalam menjalankan agenda hidup akan menjadikan kita semakin jauh dari
harapan untuk hidup bahagia dan mati bahagia. Kebahagiaan hidup di dunia bisa
didapatkan dengan prestasi ilmu, dan kebahagiaan hidup di akhirat bisa diraih
dengan prestasi ibadah.
Dengan
keilmuan yang mumpuni, atau menjadi spesialis di suatu bidang tertentu,
seseorang dapat memperoleh kemudahan dalam hidup di dunia. Dan hal itu bisa
menjadikan dirinya masuk dalam kategori orang sukses.
Namun,
kebahagiaan di akhirat hanya bisa diraih dengan prestasi amal atau ibadah selama
hidup di dunia. Ilmu yang tinggi, tapi tidak menjadikan kita pribadi terpuji,
malah semakin jauh dari ilahi, maka ilmu kita tidak mampu menyelamatkan kita di
akhirat nanti.
Kumpulan Doa
Doa
Untuk Diri
“Ya Tuhan kami, kami telah
menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi
rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi” (QS. Al A’raf:
23).
Doa
Untuk Pasangan
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami
sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami imam (pemimpin) bagi orang-orang
yang bertakwa” (QS. Al-Furqan:74)
Doa
Untuk Anak
“Ya Tuhanku, berilah aku dari
sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa” (QS. Al Imran:
38).
Doa
Untuk Orang Tua
“Ya Tuhanku! Ampunilah aku,
ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang
beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi
orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan” (QS. Nuh: 28).
Doa
Untuk Kaum Muslimin
“Ya Rabb
kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu
dari kami ” (QS. Al Hasyr : 10)
Doa
Untuk Kebahagian Dunia dan Akhirat
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat
dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Al-Baqarah: 201)
Penutup
Entah besok, entah lusa, entah
kapan, kita tidak pernah tahu kapan kematian akan datang. Dia datang tanpa
memberi kabar. Dia tidak memilih usia, kedudukan, atau berlimpah harta. Dan dia
tidak melihat apakah masih muda atau sudah tua, anak kecil atau orang dewasa,
orang sakit atau yang sehat. Kapanpun dan dimanapun dia akan menemui kita.
Maka, tindakan yang cerdas untuk
menyambut kematian adalah menyiapkan diri dengan bekal amal kebaikan
sebanyak-banyaknya. Di antara persiapannya adalah:
- Bertaubat
- Menjaga iman
- Menjaga lisan
- Menjaga silaturrahim
- Memberi manfaat kepada sesama